BAB I
Pendahuluan
Wanita
pada saat ini di era postmo memiliki peranan yang sama dengan laki-laki. Bahkan
wanita juga terjun dalam pekerjaan laki-laki seperti halnya dengan kuli
bangunan. Bukan hanya itu saja di indonesia yang dahulu tabu dengan wanita
sebagai politikus saat ini sudah banyak di jumpai wanita yang duduk dalam kursi
pemerintahan. Wanita pernah menjadi presiden di Indonesia.
Dengan
kesibukan itu banyak wanita yang enggan untuk melakukan pernikahan. Ada beberapa
alasan yang diungkapkan ada yang beranggapan bahwa ia tidak membutuhkan suami
atau keluarga untuk maju, tidak mau direpoti dengan urusan rumah tangga, cacat
sejak lahir yang tidak memungkinkan untuk menikah, ada pula kerena sakit hati,
trauma ataupun juga karena karunia untuk tidak menikah.
Bagaimana
pandangan Perjanjian Lama mengenai hal ini? Apakah wanita wajib untuk menikah
atau tidak?
BAB II
A.
Budaya
Pernikahan Yahudi Atau Israel
Menurut seorang
habib Yahudi yang bernama Yaacov mengatakan bahwa “menurut para rabbi mitzvah
(perintah) hanya ditujukan kepada bangsa Yahudi, bangsa-bangsa lain tidak
diwajibkan untuk menikah, jadi kesimpulannya wanita didalam tanach tentu saja
wajib untuk menikah (chatunah)”[1]
hal ini berdasarkan pada Kej 1:28 Allah
memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranak cuculah
dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi." bagi orang Yahudi asli sangat ditekankan untuk menikah. Dalam
perkawinan Yahudi, Istri dengan kerelaan menundukan diri dibawah suaminya dan
mengambil kedudukan sebagi “penolong” (Kejadian 2:18). Pendidikan anak sampai
usia lima tahun adalah tanggung jawab ibu, kesuksesan istri menjalankan
keluarga seringkali menjadi ukuran bagaimana suami Yahudi akan dihormati
diantara para pemimpin Israel.
Pandangan
mengenai hal ini menyatakan hanya bangsa Yahudi lah yang wajib untuk menikah
dan bukan ditujukan kepada banga selain Yahudi.
Sedangkan orang pilihan Allah bukan hanya bangsa Yahudi. Malahan orang
Yahudi banyak yang tidak percaya kepada Yesus. Maka bangsa lain tidak wajib
untuk menikah. Maka padangan rahib tersebut tidak tepat. Pernikahan bagi orang
Yahudi adalah suatu tradisi. Begitu pula dengan beberapa daerah yang menganggap
pernikahan adalah tradisi
B.
Status
Perempuan Dalam PL
Untuk membahas status wanita menurut
Perjanjian Lama, penulis membatasi penyelidikan pada kitab Kejadian 1:26-28 saja, khususnya ayat sebagai ayat kunci. Pembahasan akan
difokuskan pada beberapa kata penting, seperti "menciptakan",
"manusia" (laki-laki dan perempuan) dan "gambar".[2]
Kata "menciptakan" dalam
bahasa Ibrani memakai kata "bara" (to shape, create). Kata ini hanya
berlaku bagi Allah dalam menciptakan dengan tidak menyebutkan sama sekali bahan
yang dipakai dalam pekerjaan tersebut (kecuali dalam Kej 2) dan juga menggambarkan suatu pekerjaan yang tidak ada
kesamaannya dengan pekerjaan manusia. Tindakan Allah dalam menciptakan
benda-benda langit, tumbuhan, dan binatang sangat berbeda dengan tindakan Allah
pada waktu menciptakan manusia. Penciptaan manusia dicatat lebih berseri dan
terperinci. Pertama, Allah sebagai Pencipta adalah oknum yang lebih dari satu
pribadi ("let Us make"). Kedua, manusia diciptakan menurut gambar
Allah ("in Our image"). Ketiga, manusia diciptakan sebagai laki-laki
dan perempuan. Keempat, Allah memberikan kepada manusia kuasa atas semua
ciptaan-Nya.[3]
Wanita dalam Kejadian dikatakan
sebagi seorang penolong bagi laki-laki. Kedudukan wanita adalah untuk menolong
suami. Wanita adalah penolong yang tepat bagi laki-laki. Wanita dimaksudkan untuk menjadi tempat dimana laki-laki
memperoleh dukungan dan kekuatan. Wanita tidak lebih rendah dari laki-laki dan namun harus tunduk padaNya. Karena wanita berasal dari laki-laki. [4]
Wanita dan pria terdapat suatu ketertarikan sendiri dalam hal seksual dan
menikah.
Dalam adat Yahudi, Hubungan wanita
dan pria bersifat perjanjian. Kaum wanita terkubur ditempat terbawah bersama
para budak dan anak-anak, hingga sukar untuk memahami status mereka yang
marginal dalam kebudayaan Yahudi. Adanya
gap yang membedakan baik dalam sosial maupun dalam hal peribadatan. Kaum wanita
disingkirkan dari kehidupan masyarakat, jika ia berjalan keluar rumah, mereka
menutupi diri mereka dengan dua helai cadar untuk menyembunyikan identitasnya. [5]
Ada teks-teks PL yang sepintas menilai perempuan lebih rendah, namun sebenarnya
tidaklah demikian. Perempuan juga memiliki masa penahiran. Dalam PL perempuan
dan laki-laki setara namun berbeda. Hal ini disetarakan dalam kejadian 1:27
“sepadan”. Baik laki-laki maupun
perempuan sama martabatnya sebagai manusia. Sama-sama diciptakan sebagai gambar
dan rupa Allah. [6]
Wanita memiliki status yang sama di hadapan Tuhan hanya memiliki fungsi yang
berbeda.
C.
Pandangan
Biblikal
Dari beberapa
padangan yang menyebutkan bahwa pernikahan itu wajib hukumnya bagi wanita,
mereka mengunakan beberpa ayat Alkitab khususnya dalam PL untuk menyertakan
argumen mereka yang. Beberapa ayat-ayat tersebut antara lain:
a. Kitab
Kejadian 1:28; Kejadian 2:28
Pernikahan
adalah institusi yang dibuat Allah (Kej. 2:22-25) di mana Allah memerintahkan
suami dan istri untuk beranak cucu dan bertambah banyak, dan saling mengasihi
serta memelihara satu dengan lainnya. Setelah kejatuhan manusia dalam dosa,
pernikahan juga berfungsi sebagai kehidupan bersama untuk menghindari suami
atau istri dari dosa perzinahan. Dapat disimpulkan, sebagaimana dikatakan Jane
D. Douglass, bahwa pernikahan bertujuan untuk prokreasi, penghindaran dari dosa
perzinahan, dan perwujudan dari hidup saling mengasihi dan menolong sebagai
suami dan istri.[7]
Ketika Allah
menjadikan manusia laki-laki pertama, Dia memberikan baginya seorang wanita ( אִשָּׁ֑ה = common singgular
absolute) sebagai penolongnya, Allah tidak menciptakan perempuan terlebih
dahulu tetapi laki-laki. Jadi laki-laki tidak dijadikan untuk perempuan tetapi
perempuan untuk laki-laki dan menjadi penolongnya. Dalam bagian ini wanita
diciptakan sebagai seorang penolong bagi Adam. Keberadaan wanita dan perempuan
tidak bisa dipisahkan, karena pada esensinya manusia hidup secara berkawan. [8] עֵ֖זֶר di kenai gender maskulin. wanita tidak lebih
rendah namun memiliki kekuatan yang sama, sama dengan laki-laki. Dengan demikian tidak mengindikasikan posisnya yang lemah
atau sekunder. Penolong yang sepadan dibutuhkan laki-laki bukan hanya untuk
hidup bersama dan meneruskan keturunan melainkan untuk memelihara, mengusahakan
dan memiliki otoritas atas bumi. gender maskulin yang dikenai pada kata
tersebut maka memiliki kemampuan yang sama sehingga mengimbangi laki-laki dalam menggunakan perannnya sebagi
penolong. Delitzsch dalam commentarynya on the old stament “ a helping being, in which, as
soon as he sess it, he may recongnise him self”[9].
Wanita yang diciptakan sebagi penolong tahu apa yang menjadi kebutuhan yang ia
tolong. Namun terdapat penekanan Adam adalah pemimpin dan Hawa adalah yang dipimpin.
Hampir semua penafsiran mengarah pada sikap merendahkan posisi wanita sebagai “ the second class”[10] .
Dalam kehidupan sosila PL wanita tidak cocok terlibat dalam urusan politik, dan
juga pendidikan yang layak, yang cocok hanya rumah, mereka hanya didik oleh
orang tua mereka di rumah saja.
Wanita dalam
pernikah dikatakan berkat jika banyak dalam memberikan anak atau keturunan Hal
ini kurang benar karena wanita di PL menikah namun banyak juga yang tidak
memiliki anak, atau mandul bukan karna ia tidak diberkati oleh Allah, ataupun
karena dosa namun karena Allah ingin menguji iman atau hal terebut berada dalam
kedaulatan Allah. Hubungan pria dan wanita dapat mencapai kesempurnaan di dalam
pernikahan. Selain itu juga bisa terjadi dalam bidang lain, seperi : kerja sama dalam melakukan pekerjaan,
sosial, pilitik, dsb. Sehingga yang di tolong dapat menyelesaikan tugasnya dengan
bertanggung jawab dengan bijaksana.[11]
Maksud Tuhan
menciptakan manusia, pria dan wanita adalah untuk menggenapi perintah dan
janji-Nya sesuai dengan Ayat 28 yaitu manusia harus berkembang biak dengan cara
melakukan pernikahan yang sah. Kejadian yang menjadi kunci untuk memahami makna
perkawinan dan seksualitas manusia. Kejadian menitik beratkan beberapa gagasan
utama
b. kesetaraan
antara wanita dan Pria sebagai citra Allah Kej 1:27). mereka berbeda namun
saling melengkapi namun hidup dalam persekututan.
c. Kegiatan
seksual manusia bukanlah sesuatu yang ilahi, tetapi sebagai sebuah anugrah yang
baik dan besar dari Tuhan bagi manusia.
d. Allah
sebagi pencipta perkawinan
e. kesuburan
manusia adalah berkat bukan kutuk (28)
jadi dalam bagian ini Kejadian
menitik beratkan beberapa hal
1. watak
yang saling melengkapi antar pria dan wanita yang di ciptakan Tuhan supaya
hidup bersama
2. perkawinan
terjadi kalau pria dan wanita saling memberi diri
3. ketelanjangan
mereka mencerminkan keluhuran mereka saling melengkapi dan tidak merasa malu
Kej 2:25 [12]
Dalam bagian penjelasan
bagian ini seakan-akan kontras dengan pembahasan yang diatasnya, namuan perlu
diperhatikan kita harus melihat konteks pada jaman kejadian. Pada waktu Allah
menganjurkan untuk melangsungkan pernikahan dengan tujuan memenuhi bumi, karena
pada saat itu manusia yang ada di bumi hanya Adam dan Hawa saja, tidak ada yang
lain. Maka manusia membutuhkan seorang pendamping yang sepadan untuk menolong. wanita
diciptakan untuk menjadi rekan sepekerja dari laki-laki.
b. Kitab
Pengkhotbah 4:9
Pengkhotbah
4 : 9 Pengkhotbah mengutip ungkapan umum bahwa kerja keras bersama lebih bagus
dari pada kerja sendiri. Ia melanjutkan gagasan yang sama dalam ayat 11, bahwa
perkawinan lebih baik dari pada kesendirian. kerjasama mendatangkan lebih
banyak uang dan ke untungan dan pasangan yang menikah adalah teman tidur yang
baik[13].
Hal ini bearti jika ia tidak dapat menahan hasrat seks maka ia harus melakukan
pernikahan yang syah. Kerjasama yang baik akan menghasilkan keuntungan
tersendiri dan dapat meringankan suatu pekerjaan. Persahabatan memang banyak
untungnya, karena Allah tidak menciptakan kita untuk hidup tanpa persekutuan
(Kej 2:18). Kita semua membutuhkan kasih, pertolongan, dan dukungan dari
sahabat, keluarga, dan sesama orang percaya (Kis 2:42); namun ini pun belum cukup
tanpa persekutuan sehari-hari Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus[14]
persekutuan , kasih sayang bukan hanya di dapat ketika wanita melakukan
pernikahan saja. Namun juga dapat di dapatkan melalui teman komunitas dan
keluarga yang lain.
Dalam
bagian ini sebenarnya membicarakan mengenai kerjasama dalam melakukan suatu
usaha, atau kerjasama dalam suatu pekerjaan. Namun jika dihubungkan dalam
pernikahan atau kerjasama dalam pernikahan maka. dalam kitab Pengkhotbah ini
menyarankan untuk berdua dalam membina hubungan yang lebih khusus yaitu menikah
lebih baik. Ataupun dalam bekerja lebih dari satu orang jauh lebih baik. Allah
menciptakan dua manusia dengan genre yang tidak sama, yaitu perempuan dan laki laki.
Pastinya dalam penciptaan Allah sudah memiliki rencana untuk apa manusia
nantinya
Ada yang mengatakan bahwa di dalam pengkhotbah
4:9 menyatakan jika tidak didampingi salah dan di dampingi juga bisa salah. Hal
ini tergantung pribadi yang melakukannya. [15]
hal ini menyatakan suatu opsional. Dalam suatu pernikahan namun yang jauh lebih
baik adalah melakukan pernikahan.
Di dalam bagian lain dari Perjanjian Lama
yaitu Perjanjian Baru menyatakan bahwa hidup melajang adalah suatu karunia
tersendiri. Tidak semua orang dan tidak banyak orang memilikinya. Pada saat menjalani hidup
pastilah seseorang wanita juga merasakan kebutuahn seksual jika hidup melajang
adalah karunianya pastilah Allah akan menguatkannnya hingga tidak sampai
berdosa atau melakukan perjinahan. Jika tidak memiliki karunia untuk hidup
melajang maka jangan pernah mencobanya jika mencoba pastilah ia akan jatuh
kedalam dosa perjinahan. Sekali lagi dalam hal ini perniakahan hanya suatu
anjuran bukan suatu kwajiban bagi wanita.
BAB III
Penutup dan Kesimpulan.
Akitab tidak
memaksakan wanita untuk menikah, atau mewajibakan wanita untuk menikah. Dalam Kejadian
merupakan perintah Allah untuk memenuhi bumi, Jadi tidak ada paksaan. Hal ini perlu dilihat
konteks waktu Allah memberikan anjuran tersebut. Konteks pada waktu itu adalah bumi masih
kosong manusia yang ada hanya Adam dan Hawa tidak ada yang lain. Maka Allah
memberikan perintah tersebut. Sedangkan pada saat ini bumi atau dunia semakin
lama sudah semakin padat. Ditambah dengan presentase wanita dengan pria lebih
banayak wanita. Jika diwajibkan untuk menikah maka akan muncul dan ada
pelegalan poligami di gereja. Pada hal pernikahan dalam kekristenan yang benar
adalah sepadan.
Namun jika
wanita tidak mau menikah karena masalah ia tidak mau ribet atau tidak mau
direpotkan dengan keluarga itu salah, itu yang tidak diizinkan oleh Allah.
Bahkan dapat dikatakan itu merupakan dosa.
Sepadan yang di maksud
adalah satu wanita untuk satu pria dan stu pria untuk satu wanita. Dalam mengambil
keputusan menikah atau tidak dapat dilihat dari konteks budaya dimana wanita tersebut
tinggal. Asalkan tidak menjadi batu sandungan tidak menikahpun tidak masalah.
Dengan dasar ini maka disimpulkan wanita tidak wajib untuk menikah. Atau
pernikahan bersifat opsional.
Daftar Pustaka
________________. Women, Freedom, and Calvin. Philadelphia: Westminster, 1985.
Aldaderi, Dewi Telambanua. “ Study Eksegetis Kejadian 1:26-28, 2:18-25
Tentang Hakikat Wanita Dan Relevansinya Bagi Peranan Wanita Masa Kini .
Mojokerto: STTIAA, 2011.
B, Donal Kraybill, Kerajaan yang Sungsung. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Baruch Yaacov, seorang ahli taurat habib
yahudi yang tinggal di Indonesia, merupakan perwakilan Yahudi di Indonesia.
https://www.facebook.com/yaacov.baruch. Pandangan ini dapat di lihat di group
YHWH
Bergant, Dianne. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama . Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Gerrit, Emanuel. Hidup dalam Bayang-bayang Maut : Sebuha Tafsiran Kitab Pengkhotbah.
Jakarta : BPK Gunung Mulia.
http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=764&res=jpz
Keil, C.F &Ditizsch F.“Commentary On The Old Testament.
Peabody :Henrickson, 1989.
Ndoen, M. Firman Hidup Khotbah Khusus Dalam Pemberkata Nikah. Jakarta: BPK,
Gunung Mulia, 2009.
W.S. Lasor, D.A.Hubard & F.W. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008.
Wibisana, Agung Surya “ Arti Dan Makna Keberadaan”. Bandung:
Kalam Hidup, 2002.
Yongky, karman. Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta : BPK Gunung Mulia,
2007.
[1] Yaacov Baruch, seorang ahli taurat habib
yahudi yang tinggal di Indonesia, merupakan perwakilan Yahudi di Indonesia. https://www.facebook.com/yaacov.baruch. Pandangan ini dapat di lihat di
group YHWH
[2] http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=764&res=jpz
[3] Alkitab sabda
[4] Dianne Bergant, Tafsir
Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 2002 )38
[5]
Donald B. Kraybill, Kerajaan yang
Kungsung, (Jakarta: BPK Gunung mulia, 2005)205
[7] ________________, Women, Freedom, and Calvin
(Philadelphia: Westminster, 1985) 86.
[8] W.S. Lasor, D.A.Hubard & F.W
“ Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008) 125-126
[9] Keil, C.F &Ditizsch F, “Commentary On The Old Testament (peabody
:henrickson, 19989) 86-87
[10]Agung wibisana surya “ Arti Dan Makna Keberadaan” (bandung:
kalam hidup, 2002) 41
[11] Dewi Aldaderi Telambanua, “ Study Eksegetis Kej 1:26-28, 2:18-25 Tentang
Hakikat Wanita Dan Relevansinya Bagi Peranan Wanita Masa Kini, (Mojokerto:STTIAA,
2011) 68
[12] Pdt, M. Ndoen, Firman
Hidup Khotbah Khusus Dalam Pemberkata Nikah, (Jakarta: BPK, Gunung Mulia,
2009) 52
[13] Ibid. Hal 497. ,
“Yongky (jakarta : BPK Gunung Mulia, 2007)”
[14] http://alkitab.sabda.org
[15] Emanuel Gerrit, Hidup Dalam Bayang-Bayang Maut : Sebuah
Tafsiran Kitab Pengkhotbah, (Jakarta : BPK Gunung Mulia)12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar