Selasa, 05 November 2013

"Kewajiban Wanita dalam PL untuk Menikah Signifikasinya bagi Wanita Masa Kini”




BAB I
Pendahuluan
Wanita pada saat ini di era postmo memiliki peranan yang sama dengan laki-laki. Bahkan wanita juga terjun dalam pekerjaan laki-laki seperti halnya dengan kuli bangunan. Bukan hanya itu saja di indonesia yang dahulu tabu dengan wanita sebagai politikus saat ini sudah banyak di jumpai wanita yang duduk dalam kursi pemerintahan. Wanita pernah menjadi presiden di Indonesia.
Dengan kesibukan itu banyak wanita yang enggan untuk melakukan pernikahan. Ada beberapa alasan yang diungkapkan ada yang beranggapan bahwa ia tidak membutuhkan suami atau keluarga untuk maju, tidak mau direpoti dengan urusan rumah tangga, cacat sejak lahir yang tidak memungkinkan untuk menikah, ada pula kerena sakit hati, trauma ataupun juga karena karunia untuk tidak menikah.
Bagaimana pandangan Perjanjian Lama mengenai hal ini? Apakah wanita wajib untuk menikah atau tidak?


BAB II
A.    Budaya Pernikahan Yahudi Atau Israel
Menurut seorang habib Yahudi yang bernama Yaacov mengatakan bahwa “menurut para rabbi mitzvah (perintah) hanya ditujukan kepada bangsa Yahudi, bangsa-bangsa lain tidak diwajibkan untuk menikah, jadi kesimpulannya wanita didalam tanach tentu saja wajib untuk menikah (chatunah)”[1] hal ini berdasarkan pada  Kej 1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." bagi orang Yahudi asli sangat ditekankan untuk menikah. Dalam perkawinan Yahudi, Istri dengan kerelaan menundukan diri dibawah suaminya dan mengambil kedudukan sebagi “penolong” (Kejadian 2:18). Pendidikan anak sampai usia lima tahun adalah tanggung jawab ibu, kesuksesan istri menjalankan keluarga seringkali menjadi ukuran bagaimana suami Yahudi akan dihormati diantara para pemimpin Israel.
Pandangan mengenai hal ini menyatakan hanya bangsa Yahudi lah yang wajib untuk menikah dan bukan ditujukan kepada banga selain Yahudi.  Sedangkan orang pilihan Allah bukan hanya bangsa Yahudi. Malahan orang Yahudi banyak yang tidak percaya kepada Yesus. Maka bangsa lain tidak wajib untuk menikah. Maka padangan rahib tersebut tidak tepat. Pernikahan bagi orang Yahudi adalah suatu tradisi. Begitu pula dengan beberapa daerah yang menganggap pernikahan adalah tradisi
B.     Status Perempuan Dalam PL
Untuk membahas status wanita menurut Perjanjian Lama, penulis membatasi penyelidikan pada kitab Kejadian 1:26-28 saja, khususnya ayat sebagai ayat kunci. Pembahasan akan difokuskan pada beberapa kata penting, seperti "menciptakan", "manusia" (laki-laki dan perempuan) dan "gambar".[2] Kata "menciptakan" dalam bahasa Ibrani memakai kata "bara" (to shape, create). Kata ini hanya berlaku bagi Allah dalam menciptakan dengan tidak menyebutkan sama sekali bahan yang dipakai dalam pekerjaan tersebut (kecuali dalam Kej 2) dan juga menggambarkan suatu pekerjaan yang tidak ada kesamaannya dengan pekerjaan manusia. Tindakan Allah dalam menciptakan benda-benda langit, tumbuhan, dan binatang sangat berbeda dengan tindakan Allah pada waktu menciptakan manusia. Penciptaan manusia dicatat lebih berseri dan terperinci. Pertama, Allah sebagai Pencipta adalah oknum yang lebih dari satu pribadi ("let Us make"). Kedua, manusia diciptakan menurut gambar Allah ("in Our image"). Ketiga, manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Keempat, Allah memberikan kepada manusia kuasa atas semua ciptaan-Nya.[3]
Wanita dalam Kejadian dikatakan sebagi seorang penolong bagi laki-laki. Kedudukan wanita adalah untuk menolong suami. Wanita adalah penolong yang tepat bagi laki-laki.  Wanita dimaksudkan  untuk menjadi tempat dimana laki-laki memperoleh dukungan dan kekuatan. Wanita tidak lebih rendah dari laki-laki  dan namun harus tunduk padaNya.  Karena wanita berasal dari laki-laki. [4] Wanita dan pria terdapat suatu ketertarikan sendiri dalam hal seksual dan menikah.
Dalam adat Yahudi, Hubungan wanita dan pria bersifat perjanjian. Kaum wanita terkubur ditempat terbawah bersama para budak dan anak-anak, hingga sukar untuk memahami status mereka yang marginal dalam kebudayaan Yahudi.  Adanya gap yang membedakan baik dalam sosial maupun dalam hal peribadatan. Kaum wanita disingkirkan dari kehidupan masyarakat, jika ia berjalan keluar rumah, mereka menutupi diri mereka dengan dua helai cadar untuk menyembunyikan identitasnya. [5] Ada teks-teks PL yang sepintas menilai perempuan lebih rendah, namun sebenarnya tidaklah demikian. Perempuan juga memiliki masa penahiran. Dalam PL perempuan dan laki-laki setara namun berbeda. Hal ini disetarakan dalam kejadian 1:27 “sepadan”. Baik laki-laki  maupun perempuan sama martabatnya sebagai manusia. Sama-sama diciptakan sebagai gambar dan rupa Allah. [6] Wanita memiliki status yang sama di hadapan Tuhan hanya memiliki fungsi yang berbeda.

C.    Pandangan Biblikal
Dari beberapa padangan yang menyebutkan bahwa pernikahan itu wajib hukumnya bagi wanita, mereka mengunakan beberpa ayat Alkitab khususnya dalam PL untuk menyertakan argumen mereka yang. Beberapa ayat-ayat tersebut antara lain:
a.       Kitab Kejadian 1:28; Kejadian 2:28
Pernikahan adalah institusi yang dibuat Allah (Kej. 2:22-25) di mana Allah memerintahkan suami dan istri untuk beranak cucu dan bertambah banyak, dan saling mengasihi serta memelihara satu dengan lainnya. Setelah kejatuhan manusia dalam dosa, pernikahan juga berfungsi sebagai kehidupan bersama untuk menghindari suami atau istri dari dosa perzinahan. Dapat disimpulkan, sebagaimana dikatakan Jane D. Douglass, bahwa pernikahan bertujuan untuk prokreasi, penghindaran dari dosa perzinahan, dan perwujudan dari hidup saling mengasihi dan menolong sebagai suami dan istri.[7]
Ketika Allah menjadikan manusia laki-laki pertama, Dia memberikan baginya seorang wanita ( אִשָּׁ֑ה  = common singgular absolute) sebagai penolongnya, Allah tidak menciptakan perempuan terlebih dahulu tetapi laki-laki. Jadi laki-laki tidak dijadikan untuk perempuan tetapi perempuan untuk laki-laki dan menjadi penolongnya. Dalam bagian ini wanita diciptakan sebagai seorang penolong bagi Adam. Keberadaan wanita dan perempuan tidak bisa dipisahkan, karena pada esensinya manusia hidup secara berkawan. [8]  עֵ֖זֶר di kenai gender maskulin. wanita tidak lebih rendah namun memiliki kekuatan yang sama, sama dengan laki-laki.  Dengan demikian  tidak mengindikasikan posisnya yang lemah atau sekunder. Penolong yang sepadan dibutuhkan laki-laki bukan hanya untuk hidup bersama dan meneruskan keturunan melainkan untuk memelihara, mengusahakan dan memiliki otoritas atas bumi. gender maskulin yang dikenai pada kata tersebut maka memiliki kemampuan yang sama sehingga mengimbangi  laki-laki dalam menggunakan perannnya sebagi penolong. Delitzsch dalam commentarynya on the old stament “ a helping being, in which, as  soon as he sess it, he may recongnise him self”[9]. Wanita yang diciptakan sebagi penolong tahu apa yang menjadi kebutuhan yang ia tolong. Namun terdapat penekanan Adam adalah pemimpin dan Hawa adalah yang dipimpin. Hampir semua penafsiran mengarah pada sikap merendahkan posisi wanita  sebagai “ the second class”[10] . Dalam kehidupan sosila PL wanita tidak cocok terlibat dalam urusan politik, dan juga pendidikan yang layak, yang cocok hanya rumah, mereka hanya didik oleh orang tua mereka di rumah saja.
Wanita dalam pernikah dikatakan berkat jika banyak dalam memberikan anak atau keturunan Hal ini kurang benar karena wanita di PL menikah namun banyak juga yang tidak memiliki anak, atau mandul bukan karna ia tidak diberkati oleh Allah, ataupun karena dosa namun karena Allah ingin menguji iman atau hal terebut berada dalam kedaulatan Allah. Hubungan pria dan wanita dapat mencapai kesempurnaan di dalam pernikahan. Selain itu juga bisa terjadi dalam bidang lain,  seperi : kerja sama dalam melakukan pekerjaan, sosial, pilitik, dsb. Sehingga yang di tolong dapat menyelesaikan tugasnya dengan bertanggung jawab dengan bijaksana.[11]
Maksud Tuhan menciptakan manusia, pria dan wanita adalah untuk menggenapi perintah dan janji-Nya sesuai dengan Ayat 28 yaitu manusia harus berkembang biak dengan cara melakukan pernikahan yang sah. Kejadian yang menjadi kunci untuk memahami makna perkawinan dan seksualitas manusia. Kejadian menitik beratkan beberapa gagasan utama
b.      kesetaraan antara wanita dan Pria sebagai citra Allah Kej 1:27). mereka berbeda namun saling melengkapi namun hidup dalam persekututan.
c.       Kegiatan seksual manusia bukanlah sesuatu yang ilahi, tetapi sebagai sebuah anugrah yang baik dan besar dari Tuhan bagi manusia.
d.      Allah sebagi pencipta perkawinan
e.       kesuburan manusia adalah berkat bukan kutuk (28)
jadi dalam bagian ini Kejadian menitik beratkan beberapa hal
1.      watak yang saling melengkapi antar pria dan wanita yang di ciptakan Tuhan supaya hidup bersama
2.      perkawinan terjadi kalau pria dan wanita saling memberi diri
3.      ketelanjangan mereka mencerminkan keluhuran mereka saling melengkapi dan tidak merasa malu Kej 2:25 [12]
Dalam bagian penjelasan bagian ini seakan-akan kontras dengan pembahasan yang diatasnya, namuan perlu diperhatikan kita harus melihat konteks pada jaman kejadian. Pada waktu Allah menganjurkan untuk melangsungkan pernikahan dengan tujuan memenuhi bumi, karena pada saat itu manusia yang ada di bumi hanya Adam dan Hawa saja, tidak ada yang lain. Maka manusia membutuhkan seorang pendamping yang sepadan untuk menolong. wanita diciptakan untuk menjadi rekan sepekerja dari laki-laki.
b.      Kitab Pengkhotbah 4:9
Pengkhotbah 4 : 9 Pengkhotbah mengutip ungkapan umum bahwa kerja keras bersama lebih bagus dari pada kerja sendiri. Ia melanjutkan gagasan yang sama dalam ayat 11, bahwa perkawinan lebih baik dari pada kesendirian. kerjasama mendatangkan lebih banyak uang dan ke untungan dan pasangan yang menikah adalah teman tidur yang baik[13]. Hal ini bearti jika ia tidak dapat menahan hasrat seks maka ia harus melakukan pernikahan yang syah. Kerjasama yang baik akan menghasilkan keuntungan tersendiri dan dapat meringankan suatu pekerjaan. Persahabatan memang banyak untungnya, karena Allah tidak menciptakan kita untuk hidup tanpa persekutuan (Kej 2:18). Kita semua membutuhkan kasih, pertolongan, dan dukungan dari sahabat, keluarga, dan sesama orang percaya (Kis 2:42); namun ini pun belum cukup tanpa persekutuan sehari-hari Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus[14] persekutuan , kasih sayang bukan hanya di dapat ketika wanita melakukan pernikahan saja. Namun juga dapat di dapatkan melalui teman komunitas dan keluarga yang lain.
Dalam bagian ini sebenarnya membicarakan mengenai kerjasama dalam melakukan suatu usaha, atau kerjasama dalam suatu pekerjaan. Namun jika dihubungkan dalam pernikahan atau kerjasama dalam pernikahan maka. dalam kitab Pengkhotbah ini menyarankan untuk berdua dalam membina hubungan yang lebih khusus yaitu menikah lebih baik. Ataupun dalam bekerja lebih dari satu orang jauh lebih baik. Allah menciptakan dua manusia dengan genre yang tidak sama, yaitu perempuan dan laki laki. Pastinya dalam penciptaan Allah sudah memiliki rencana untuk apa manusia nantinya
 Ada yang mengatakan bahwa di dalam pengkhotbah 4:9 menyatakan jika tidak didampingi salah dan di dampingi juga bisa salah. Hal ini tergantung pribadi yang melakukannya. [15] hal ini menyatakan suatu opsional. Dalam suatu pernikahan namun yang jauh lebih baik adalah melakukan pernikahan.
Di dalam bagian lain dari Perjanjian Lama yaitu Perjanjian Baru menyatakan bahwa hidup melajang adalah suatu karunia tersendiri. Tidak semua orang dan tidak banyak orang  memilikinya. Pada saat menjalani hidup pastilah seseorang wanita juga merasakan kebutuahn seksual jika hidup melajang adalah karunianya pastilah Allah akan menguatkannnya hingga tidak sampai berdosa atau melakukan perjinahan. Jika tidak memiliki karunia untuk hidup melajang maka jangan pernah mencobanya jika mencoba pastilah ia akan jatuh kedalam dosa perjinahan. Sekali lagi dalam hal ini perniakahan hanya suatu anjuran bukan suatu kwajiban bagi wanita. 

BAB III
Penutup dan Kesimpulan.
Akitab tidak memaksakan wanita untuk menikah, atau mewajibakan wanita untuk menikah. Dalam Kejadian merupakan perintah Allah untuk memenuhi bumi,  Jadi tidak ada paksaan. Hal ini perlu dilihat konteks waktu Allah memberikan anjuran tersebut.  Konteks pada waktu itu adalah bumi masih kosong manusia yang ada hanya Adam dan Hawa tidak ada yang lain. Maka Allah memberikan perintah tersebut. Sedangkan pada saat ini bumi atau dunia semakin lama sudah semakin padat. Ditambah dengan presentase wanita dengan pria lebih banayak wanita. Jika diwajibkan untuk menikah maka akan muncul dan ada pelegalan poligami di gereja. Pada hal pernikahan dalam kekristenan yang benar adalah sepadan.
Namun jika wanita tidak mau menikah karena masalah ia tidak mau ribet atau tidak mau direpotkan dengan keluarga itu salah, itu yang tidak diizinkan oleh Allah. Bahkan dapat dikatakan itu merupakan dosa.
Sepadan yang di maksud adalah satu wanita untuk satu pria dan stu pria untuk satu wanita. Dalam mengambil keputusan menikah atau tidak dapat dilihat dari konteks budaya dimana wanita tersebut tinggal. Asalkan tidak menjadi batu sandungan tidak menikahpun tidak masalah. Dengan dasar ini maka disimpulkan wanita tidak wajib untuk menikah. Atau pernikahan bersifat opsional.

Daftar Pustaka
________________. Women, Freedom, and Calvin. Philadelphia: Westminster, 1985.
Aldaderi, Dewi Telambanua. “ Study Eksegetis Kejadian 1:26-28, 2:18-25 Tentang Hakikat Wanita Dan Relevansinya Bagi Peranan Wanita Masa Kini . Mojokerto: STTIAA, 2011.
B, Donal Kraybill, Kerajaan yang Sungsung. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Baruch Yaacov, seorang ahli taurat habib yahudi yang tinggal di Indonesia, merupakan perwakilan Yahudi di Indonesia. https://www.facebook.com/yaacov.baruch. Pandangan ini dapat di lihat di group YHWH
Bergant, Dianne. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama . Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Gerrit, Emanuel. Hidup dalam Bayang-bayang Maut : Sebuha Tafsiran Kitab Pengkhotbah. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=764&res=jpz
Keil, C.F &Ditizsch F.“Commentary On The Old Testament. Peabody :Henrickson, 1989.
Ndoen, M. Firman Hidup Khotbah Khusus Dalam Pemberkata Nikah. Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 2009.
W.S. Lasor, D.A.Hubard & F.W. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Wibisana, Agung Surya “ Arti Dan Makna Keberadaan”. Bandung: Kalam Hidup, 2002.
Yongky, karman. Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2007.


[1] Yaacov Baruch, seorang ahli taurat habib yahudi yang tinggal di Indonesia, merupakan perwakilan Yahudi di Indonesia. https://www.facebook.com/yaacov.baruch. Pandangan ini dapat di lihat di group YHWH
[2] http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=764&res=jpz
[3] Alkitab sabda
[4] Dianne Bergant,  Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 2002 )38
[5] Donald B. Kraybill, Kerajaan yang Kungsung, (Jakarta: BPK Gunung mulia, 2005)205
[6] Karman Yongky, Bunga Rampai TeoLogi Perjanjian Lama.  (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2007) 45
[7] ________________, Women, Freedom, and Calvin (Philadelphia: Westminster, 1985) 86.
[8] W.S. Lasor, D.A.Hubard & F.W “ Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008) 125-126
[9] Keil, C.F &Ditizsch F, “Commentary On The Old Testament (peabody :henrickson, 19989) 86-87
[10]Agung wibisana surya “ Arti Dan Makna Keberadaan” (bandung: kalam hidup, 2002) 41
[11] Dewi Aldaderi Telambanua, “ Study Eksegetis Kej 1:26-28, 2:18-25 Tentang Hakikat Wanita Dan Relevansinya Bagi Peranan Wanita Masa Kini, (Mojokerto:STTIAA, 2011) 68
[12] Pdt, M. Ndoen, Firman Hidup Khotbah Khusus Dalam Pemberkata Nikah, (Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 2009) 52
[13] Ibid. Hal 497. , “Yongky (jakarta : BPK Gunung Mulia, 2007)”
[14] http://alkitab.sabda.org
[15] Emanuel Gerrit, Hidup Dalam Bayang-Bayang Maut : Sebuah Tafsiran Kitab Pengkhotbah, (Jakarta : BPK Gunung Mulia)12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar