Tanggung Jawab Orang Tua Kristen dalam Pendidikan Seks pada Anak
Bab I
Pendahuluan
Beberapa
orang tua masih beranggapan seks adalah hal yang tabu untuk dibicarakan dan
lebih baik menghindari pembicaraan tersebut. Karena orang tua masih beranggapan
dengan membicarakan seks seakan-akan orang tua mengajak atau ingin anak-anak
melakukannya. Dengan membicarakan seks dengan anak, maka orangtua membantu anak-anak untuk mengembangkan
perilaku seks yang sehat dan mengajarkan pemikiran tentang seks yang
bertanggungjawab. Maka dalam paper ini akan membahas apa itu pendidikan seks,
pentingnya pendidikan seks, metode pendampingan orang tua dalam menyampaikan
pendidikan seks yang benar, waktu yang tepat dalam membicarakannya, dan pandangan
biblika yang mendasari pentingnya pendidikan seks pada anak. Setiap usia anak
memiliki pengetahuan tersendiri atau batasan pengertian sendiri maka dalam
membrikan pengajaran tentang pendidikan seks harus disesuaikan dengan batasan
usia. Semoga paper ini dapat menolong orang tua Kristen dalam memberikan
pendidikan seks dan mengubah image tabu dalam membicarakan mengenai seks
terhadap anak.
Bab II
Pembahasan
A.
Definisi
Menurut wikipedia, Orang tua adalah
ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial.
Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak,
dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria yang bukan orang
tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini.[1] Orang tua merupakan perwakilan Allah di dalam
keluarga. orangtua hendaknya menjadi pendidik utama bagi anak-anak mereka. Orangtua
memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan baik di rumah maupun
disekolah.
Sedangkan yang dimaksud dengan anak
adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami
masa pubertas. Menurut UU No.3 tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat (2),
anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan)
tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum
pernah menikah.[2]
WHO menyatakan yang dinamakan anak adalah manusia yang masih berusia 0-19
tahun. Dalam masa inilah anak mulai
mencari tahu apa yang tidak mereka ketahui, salah satunya adalah masalah seks.
Sehingga anak perlu adanya pendidikan seks yang benar dan sehat.
Pendidkan seks pada anak adalah
salah satu dari pembentukan karakter pada anak.[3]
Pendidikan seks (sex education) merupakan suatu informasi mengenai persoalan
seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses
terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih
dikenal dengan sebuatan “sex education” sudah seharusnya diberikan kepada
anak-anak, baik melalui pendidikan formal maupun informal.[4]
B.
Pentingnya
Pendampingan Pendidikan Seks pada Anak
Perkembangan
teknologi yang semakin pesat ternyata berimbas dengan tingkat kekerasan seksual
terhadap anak-anak. Maraknya tayangan media elektronik, seperti televisi, VCD,
dan internet yang berbau seks sangat mendominasi lingkungan anak-anak. Akibatnya,
jumlah kekerasan seksual terhadap anak-anak (child abuse) kian lama kian
bertambah.
Tidak
semua orangtua mau bersikap secara terbuka terhadap anak dalam membicarakan
permasalahan seksual. Memberikan pendidikan seks kepada anak sejak usia dini
akan mendatangkan banyak manfaat selama cara dan materi yang disampaikan tepat.
Berbicara
mengenai pentingnya pendidikan seks terhadap anak adalah untuk dapat mencegah
mereka dari pelecehan seksual dan juga penyalahgunaan seks. Hal ini merupakan
suatu perlindungan bagi anak agar mereka juga tidak terjun dalam dunia seks
bebas maupun pergaulan bebas yang dapat merusak moral anak. Orang tua adalah pendidik
yang lebih tepat dibandingkan dengan yang lain seperti media, di sekolah,
lingkungan ataupun digereja. Pendidikan seks adalah bagian hakiki dari
pendidikan biasa.[5]
Dampak jika orangtua tidak mengajarkan
pendidikan seks kepada anak maka anak akan mendapatkan informasi dari
teman-temannya, dari buku, dari film dan kemungkinan besar mereka tidak
mendapatkan gambar menyeluruh mengenai seks itu. Dan bahwa penekanannya seks
pada sesuatu yang nikmat belaka tidak ada lagi bobot moral, bobot pernikahan,
dan komitmen di dalamnya.[6]
Pendidikan Seks adalah Sebuah Pendidikan Holistik yang mengajarkan penerimaan
diri, sikap, dan ketrampilan hubungan interpersonal. Pendidikan seks membantu
untuk mengolah dan menguatkan pengertian tentang tanggung jawab terhadap orang
lain dan pada diri sendiri. Perbedaan yang cukup signifikan pada perjalanan
perkembangan anak jika pendidikan seks tidak dilakukan.
Ketika orang tua tidak tidak mau ataupun
tidak ampu untuk menjawab dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan anak seputar
masalah seksualitas, sebaiknya orang tua perlu merasa khawatir, karena anak
dengan rasa ingin tahunya akan selalu mencari jawaban atas sesuatu yang ia
ingin ketahui secara jelas dan detail. Jika ia mendapatkan jawaban yang jelas
dan tepat itu tidak masalah, yang menjadi masalah adalah mendapatkan jawaban
dari orang lain yang sebenarnya tidak tahu apa-apa atau bisa dikatakan asal
memberikan jawaban atau anak menjadi engan untuk bertanya kepada orang tua dan
lebih mencari keterangan ataupu jawaban diluar rumah.[7]
C.
Batasan
Usia dan Pendampingan dalam Pendidikan Seks Anak
Menurut
Ritanenny seorang Kepala Dinkes Kota Sukabumi, “Pendidikan seks perlu diberikan
sejak anak baru bisa berkata dan berjalan, tetapi harus disesuaikan dengan
tingkat daya serap anak.Usia di masa itu merupakan masa berkembangnya otak,
sehingga dengan ditanamkan pendidikan seks anak usia dini, bisa mencegah
terjadinya kejahatan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa"[8] Tidak
semua anak memiliki cara ataupun metode yang sama dalam memberikan pendidikan
seks, pendampingan atau pendidikan yang diberikan harusnya sesuai dengan
tingkat daya serap anak:
1.
Masa
Balita-taman kanak-kanak
Pada
masa usia ini pertlu pendampingan orang tua secara khusus. Orang tua hendaknya
mengajarkan mengenai bagian-bagian tubuh manusia, serta fungsinya. Hal ini di
sampaikan agar anak mengerti bagian-bagian tubuhnya. Usia ini dapat
dikategorikan sebagai usia emas atau golden age. Kenalkan, ini hidung, ini
tangan, ini payudara. Jelaskan bahwa anak laki-laki dan perempuan diciptakan
Allah berbeda, masing-masing dengan keunikannya sendiri. Pada usia ini biasanya
anak juga sudah mulai menayakan perbedaan dirinya dengan orang lain, maka perlu
kesabaran dan kejelian orang tua untuk menjelaskannya. Hendaknya pada usia dini
anak sudah dapat membedakan jenis kelamin dan juga bagin tubuhnya yang bersifat
pribadi.
Pada usia ini anak akan mulai
melakukan interaksi dengan lingkungan sekitar dengan berbicara, sentuhan,
bahasa tubuh. Maka orang tua perlu mengajarkan dan anak perlu belajar tetang
sentuhan yang nyaman dan yang tidak, serta mengajarkan bagaimana ia harus
menolak akan sentuhan yang membuat dia tidak nyaman. Seperti berpelukan, cium,
menyentuh bagian pribadi yang dilakukan oleh orang lain, hal ini bukan masalah
pelit ataupun sombong namun masalah kemanan diri dari pada anak.
2.
Masa
sebelum puber
Pada
fase ini anak harus diberitahu apa itu seks. Waktu yang tepat untuk
menceritakan kepada anak mengenai hubungan seks merupakan keputusan strategis,
bukan keputusan moral. Memberi tanggapan secara langsung, sederhana dan jelas
terhadap pertanyaan-pertanyaan mereka. Dalam usia ini maka yang perlu
ditegaskan adalah menjelaskan maksud Allah menciptakan seks. Anak juga harus
mengetahui fungsi alat kelaminnya. Dengan pengetahuan ini diharapkan anak tidak
sembarangan menggunakan alat kelamin tersebut. Tindakan ini akan menjaga
kesehatan reproduksi dan mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak
diinginkan, misalnya kehamilan dini.
Anak
hendaknya dianjurkan untuk tidak membicarakan topik mengenai seks dengan
anak-anak lain, dan dorong anak untuk berbicara terus terang ketika mereka
mendengar anak-anak lain menyampaikan informasi yang salah. Namun terlebih
dahulu orang tua harus membangun kepercayaan anak terhadap orang tua. Hal ini
dilakukan agar anak dapat terbuka dan terus terang dengan tidak cangung atau
tidak takut untuk bercerita. Orangtua hendaknya memperjelas pesan-pesan yang
merusak dari budaya demi membantu sang anak untuk dapat mengenalinya dan dapat
menjaga dirinya sendiri dari godaan yang ada.
3.
Masa
puber
Mereka
akan memahami perubahan yang terjadi pada tubuh mereka, dan akan dengan tenang
menghadapi komentar orang-orang di sekeliling mereka tentang tubuh mereka yang
sudah mulai berubah. Orangtua hendaknya
memastikan anak mengetahui apa yang terjadi juga pada lawan jenis mereka
sehubungan dengan kondisi pubertas. hal yang wajar jika mereka mengalami rasa
suka pada lawan jenis mereka karena hal tersebut adalah hal yang normal dari
pertumbuhan mereka. Pada masa pubertas ini adalah awal dari seorang anak
berubah menadi dewasa. Pada masa ini orangtua harus dapat mempersiapakan anak
untuk menghadapi masa remaja. Sehingga anak memiliki ketegasan pribadi,
pengendalian diri, penundaan kepuasana dan berani mengambil keputusan. [9]
4.
Masa
remaja
Mulai saatnya
orangtua menjelaskan mengenai haid, mimpi
basah, dan juga perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada seorang
remaja. Usia Remaja Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak
perubahan secara seksual. Maka orangtua
perlu lebih intensif menanamkan nilai moral yang baik kepadanya. Orangtua
hendaknya menjelaskan akibat dari seks bebas dan seks yang belum waktunya ,baik
akibat secara psikologi maupun fisik remaja sendiri. Dalam fase ini anak akan
mulai menyukai lawan jenis dan memberanikan diri untuk menjalin hubungan. Maka orang
tua perlu menamakan masalah kencan yang sehat, pacaran yang sesuai dengan
kebenaran Firman Tuhan, memberikan pengertian tentang berrelasi, memberitahu
bahwa seks bukanlah segalanya dan bukan tujuan hidup manusia, mengajarkan anak
bertanggung jawab, cara berpakain yang sopan dan pantas, mengenali kemungkinan bahaya-bahaya
yang ada ataupun yang mengancam dirinya. Tidak perlu tabu membicarakan seks
dalam keluarga. Karena anak mendapatkan informasi yang tepat dari orang tuanya,
bukan dari orang lain tentang seks. Karena rasa ingin tahu yang besar, jika
anak tidak dibekali pendidikan seks, maka anak tersebut akan mencari jawaban
dari orang lain, dan akan lebih menakutkan jika informasi seks didapatkan dari
teman sebaya atau Internet yang informasinya bisa jadi salah. Karena itu, orangtua
hendaknya melindungi anak-anak sejak dini dengan membekali mereka pendidikan
mengenai seks dengan cara yang tepat.
D.
Metode
dalam Pendidikan Seks Anak
materi
pendidikan seks perlu disampaikan dalam suasana hangat keluarga, memberikan
informasi yang benar dan ilmiah, mengkomunikasikan dengan bahasa sederhana agar
anak paham. Buat perbincangan sebagai
sesuatu yang normal dan rutin, sehingga anak pun akan merasa bahwa pembahasan
mengenai seks adalah biasa saja, bukan sesuatu yang spesial. Gunakan kesempatan
ketika menonton televisi, membaca buku, dan berbagai situasi harian lainnya.
Dapat
juga berupa gambar anatomi dalam bentuk kartun, beri tahu nama sesungguhnya,
vagina atau penis. Setelah itu beri tahu anatomi biologi tubuh manusia. Bercerita
adalah alat pengajaran yang paling tepat dan kuat. Selain bercerita
metode-metode dan alat-alat yang dipergunakan adalah ceramah, tanya jawab,
diskusi, overhead projektor, film, magnetic panel.[10] Bila
anak bertanya lebih lanjut, orangtua dapat menjelaskan melalui buku yang benar
seperti ensiklopedi. Jika orangtua tetap tidak bisa menjawab maka orang tua
perlu menunda dan berjanji akan memberikan informasi yang tepat.[11]
E.
Pandangan
Biblika tentang Pendidikan Seks
Sebelum kejatuhan manusia ke dalam dosa,
kehidupan seks merupakan berkat Allah yang sempurna. Keadaan ini berubah ketika
manusia jatuh ke dalam dosa. Memiliki keturunan harus disertai dengan berbagai
kesakitan. Hubungan antara laki-laki dan perempuan pun mengalami perubahan.
Mereka tidak lagi menjadi pasangan yang sepadan (Kej 3:16). Kerusakan ini terus
berlanjut pada jaman Lamekh (Kej 4:19, 23-24), Nuh (Kej 9:21-29), Lot (Kej
19:4-5, 30-38), bahkan sampai hari ini. Alkitab memerintahkan “Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang
dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan
percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. (1Kor 6:18 ). Paulus menulis,
“Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi
percabulan, (1Tes 4:3 )salomo menuliskan bahwa hubungan seks hanya
dilakukan dalam ikatan perkawinan (amsal 5:3-20) dan kemudian memperingatkan
bahwa Allah melihat semua perbuatan manusia dan “ orang fasik tertangkap dalam
kejahatannya” (5:21,22). “ jauhkanlah jalanmu daripada dia,” Salomo
mempertingatkan “dan janganlah menghampiri pintu rumahnya”(5:8).[12]
Kebiasaan
orang yahudi ataupun orang israel adalah memberikan pendidikan kepada anak
mereka dirumah. Kebasaan ini bukanlah secara tidak sengaja namun suatu perintah
dari pada Allah. Di dalam ulangan 6:7 “haruslah engkau mengajarkannya
berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di
rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan
apabila engkau bangun.” Hal ini sangat jelas bahwa ajaran mengeani pendidikan
seks pun harus diajarkan kepada anak-anak mereka dirumah secara terus menerus.
Berbicara mengenai skala berapa kali harus membicarakannya sangat jelas
dijelaskan diajarkan secara berulang-ulang, berkali-kali selahi masih ada
kesempatan untuk mengajarkan kepada anak. Didalam amsal 5:1-23 adalah nasehat
penulis Amsal kepada anak-anak ataupun keturunan dan generasi penerus mereka.
Penulis kitab amsal ini memberikan nasehat kepada anaknya untuk menjauhkan diri
dari percabulan, maupun perzinahan. Penulis Amsal sangat tegas memberikan
nasehatnya. Orang tualah yang memiliki kwajiban untuk memberikan pendidikan
yang tepat kepada anak termsuk dalam pendidikan seksnya.
Bab III
Kesimpulan dan
Penutup
Seks
bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan kepada anak. Pendidikan seks yang
diberikan sejak dini adalah penting dalam tumbuh kembang anak. Pengertian anak
mengenai seks dapat dibagi menjadi beberapa tahap, sehingga membicarakan seks
dengan anak harus disesuaikan dengan tahapan-tahapan tersebut. Tidak semua anak
memiliki cara ataupun metode yang sama dalam memberikan pendidikan seks,
pendampingan atau pendidikan yang diberikan harusnya sesuai dengan tingkat daya
serap anak Metode yang tepat akan membuat anak menjadi nyaman dan semakin
paham. Pendidikan seks mengajarkan anak meneganai tujuan Allah menciptakan
tubuh dan maksud Allah mencipatakan seks. Dengan memberikan pendidikan seks
yang tepat maka akan mencegah anak terjerumus seks bebas ataupun melakukan seks
sebelum waktunya. Dengan didasarkan pandangan biblika maka dengan jelas bahwa
Allah sendiri menghendaki anak diberikan pengertian dan pendidikan seks yang tepat
dari orangtuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abineno,
J.l.ch. Seksualitas dan Pendidikan
Seksual. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Andika, Alya. Ibu dari Mana
Aku Lahir. Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2010.
gunaldi,
Paul. http://telaga.org/audio/pendidikan_seks_dalam_keluarga
http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-seks-sex-education/
http://news.bisnis.com/read/20140512/78/226962/sukabumi-susun-metode-pendidikan-seks-untuk-anak-usia-dini. Diunduh pada jumat 3 Oktober 2014, pada pukul 20 WIB
Muhajir, Pendidikan
Jasmani Olah Raga dan Kesehatan. Yogyakarta : Yudistira, __
Ronosulistiyo
Hanny & Seto Mulyadi, Ketika Anak
Bertanya Seks. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000.
Stand
dan Brenna Jones, “Bagaimana dan Kapan
Memberi Tahu Anak Anda mengenai Seks” .Surabaya: Momentum, 2012.
Supeno,
Hadi Kriminalisasi Anak: tawaran Gagasan
radikal peradilan anak tanpa Pemidanaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010.
White,
Jerry. Kejujuran, Moral dan Hati Nurani.Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2012.
[5]J.l.ch. Abineno, Seksualitas dan Pendidikan Seksual (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2002) 33
[7]Hanny Ronosulistiyo & Seto Mulyadi, Ketika Anak Bertanya Seks, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,
2000 ) 5
[8] http://news.bisnis.com/read/20140512/78/226962/sukabumi-susun-metode-pendidikan-seks-untuk-anak-usia-dini. Diunduh pada jumat 3 Oktober 2014, pada pukul
20 WIB
[10]Muhajir, Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan (Yogyakarta : Yudistira, __) 98
[12]Jerry white , Kejujuran, Moral dan Hati Nurani (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2012) 166