Rabu, 08 Oktober 2014

Tanggung Jawab Orang Tua Kristen dalam Pendidikan Seks pada Anak




Tanggung Jawab Orang Tua Kristen dalam Pendidikan Seks pada Anak

Bab I
Pendahuluan
Beberapa orang tua masih beranggapan seks adalah hal yang tabu untuk dibicarakan dan lebih baik menghindari pembicaraan tersebut. Karena orang tua masih beranggapan dengan membicarakan seks seakan-akan orang tua mengajak atau ingin anak-anak melakukannya. Dengan membicarakan seks dengan anak, maka orangtua  membantu anak-anak untuk mengembangkan perilaku seks yang sehat dan mengajarkan pemikiran tentang seks yang bertanggungjawab. Maka dalam paper ini akan membahas apa itu pendidikan seks, pentingnya pendidikan seks, metode pendampingan orang tua dalam menyampaikan pendidikan seks yang benar, waktu yang tepat dalam membicarakannya, dan pandangan biblika yang mendasari pentingnya pendidikan seks pada anak. Setiap usia anak memiliki pengetahuan tersendiri atau batasan pengertian sendiri maka dalam membrikan pengajaran tentang pendidikan seks harus disesuaikan dengan batasan usia. Semoga paper ini dapat menolong orang tua Kristen dalam memberikan pendidikan seks dan mengubah image tabu dalam membicarakan mengenai seks terhadap anak.
  

Bab II
Pembahasan 
 
A.    Definisi

            Menurut wikipedia, Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini.[1]  Orang tua merupakan perwakilan Allah di dalam keluarga. orangtua hendaknya menjadi pendidik utama bagi anak-anak mereka. Orangtua memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan baik di rumah maupun disekolah.
            Sedangkan yang dimaksud dengan anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Menurut UU No.3 tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat (2), anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.[2] WHO menyatakan yang dinamakan anak adalah manusia yang masih berusia 0-19 tahun.  Dalam masa inilah anak mulai mencari tahu apa yang tidak mereka ketahui, salah satunya adalah masalah seks. Sehingga anak perlu adanya pendidikan seks yang benar dan sehat.
            Pendidkan seks pada anak adalah salah satu dari pembentukan karakter pada anak.[3] Pendidikan seks (sex education) merupakan suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih dikenal dengan sebuatan “sex education” sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak, baik melalui pendidikan formal maupun informal.[4]


B.     Pentingnya Pendampingan Pendidikan Seks pada Anak

Perkembangan teknologi yang semakin pesat ternyata berimbas dengan tingkat kekerasan seksual terhadap anak-anak. Maraknya tayangan media elektronik, seperti televisi, VCD, dan internet yang berbau seks sangat mendominasi lingkungan anak-anak. Akibatnya, jumlah kekerasan seksual terhadap anak-anak (child abuse) kian lama kian bertambah.
Tidak semua orangtua mau bersikap secara terbuka terhadap anak dalam membicarakan permasalahan seksual. Memberikan pendidikan seks kepada anak sejak usia dini akan mendatangkan banyak manfaat selama cara dan materi yang disampaikan tepat.
Berbicara mengenai pentingnya pendidikan seks terhadap anak adalah untuk dapat mencegah mereka dari pelecehan seksual dan juga penyalahgunaan seks. Hal ini merupakan suatu perlindungan bagi anak agar mereka juga tidak terjun dalam dunia seks bebas maupun pergaulan bebas yang dapat merusak moral anak. Orang tua adalah pendidik yang lebih tepat dibandingkan dengan yang lain seperti media, di sekolah, lingkungan ataupun digereja. Pendidikan seks adalah bagian hakiki dari pendidikan biasa.[5]
Dampak jika orangtua tidak mengajarkan pendidikan seks kepada anak maka anak akan mendapatkan informasi dari teman-temannya, dari buku, dari film dan kemungkinan besar mereka tidak mendapatkan gambar menyeluruh mengenai seks itu. Dan bahwa penekanannya seks pada sesuatu yang nikmat belaka tidak ada lagi bobot moral, bobot pernikahan, dan komitmen di dalamnya.[6] Pendidikan Seks adalah Sebuah Pendidikan Holistik yang mengajarkan penerimaan diri, sikap, dan ketrampilan hubungan interpersonal. Pendidikan seks membantu untuk mengolah dan menguatkan pengertian tentang tanggung jawab terhadap orang lain dan pada diri sendiri. Perbedaan yang cukup signifikan pada perjalanan perkembangan anak jika pendidikan seks tidak dilakukan.
Ketika orang tua tidak tidak mau ataupun tidak ampu untuk menjawab dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan anak seputar masalah seksualitas, sebaiknya orang tua perlu merasa khawatir, karena anak dengan rasa ingin tahunya akan selalu mencari jawaban atas sesuatu yang ia ingin ketahui secara jelas dan detail. Jika ia mendapatkan jawaban yang jelas dan tepat itu tidak masalah, yang menjadi masalah adalah mendapatkan jawaban dari orang lain yang sebenarnya tidak tahu apa-apa atau bisa dikatakan asal memberikan jawaban atau anak menjadi engan untuk bertanya kepada orang tua dan lebih mencari keterangan ataupu jawaban diluar rumah.[7]

C.    Batasan Usia dan Pendampingan dalam Pendidikan Seks Anak

            Menurut Ritanenny seorang Kepala Dinkes Kota Sukabumi, “Pendidikan seks perlu diberikan sejak anak baru bisa berkata dan berjalan, tetapi harus disesuaikan dengan tingkat daya serap anak.Usia di masa itu merupakan masa berkembangnya otak, sehingga dengan ditanamkan pendidikan seks anak usia dini, bisa mencegah terjadinya kejahatan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa"[8] Tidak semua anak memiliki cara ataupun metode yang sama dalam memberikan pendidikan seks, pendampingan atau pendidikan yang diberikan harusnya sesuai dengan tingkat daya serap anak:
1.      Masa Balita-taman kanak-kanak
Pada masa usia ini pertlu pendampingan orang tua secara khusus. Orang tua hendaknya mengajarkan mengenai bagian-bagian tubuh manusia, serta fungsinya. Hal ini di sampaikan agar anak mengerti bagian-bagian tubuhnya. Usia ini dapat dikategorikan sebagai usia emas atau golden age. Kenalkan, ini hidung, ini tangan, ini payudara. Jelaskan bahwa anak laki-laki dan perempuan diciptakan Allah berbeda, masing-masing dengan keunikannya sendiri. Pada usia ini biasanya anak juga sudah mulai menayakan perbedaan dirinya dengan orang lain, maka perlu kesabaran dan kejelian orang tua untuk menjelaskannya. Hendaknya pada usia dini anak sudah dapat membedakan jenis kelamin dan juga bagin tubuhnya yang bersifat pribadi.
            Pada usia ini anak akan mulai melakukan interaksi dengan lingkungan sekitar dengan berbicara, sentuhan, bahasa tubuh. Maka orang tua perlu mengajarkan dan anak perlu belajar tetang sentuhan yang nyaman dan yang tidak, serta mengajarkan bagaimana ia harus menolak akan sentuhan yang membuat dia tidak nyaman. Seperti berpelukan, cium, menyentuh bagian pribadi yang dilakukan oleh orang lain, hal ini bukan masalah pelit ataupun sombong namun masalah kemanan diri dari pada anak.
2.      Masa sebelum puber
Pada fase ini anak harus diberitahu apa itu seks. Waktu yang tepat untuk menceritakan kepada anak mengenai hubungan seks merupakan keputusan strategis, bukan keputusan moral. Memberi tanggapan secara langsung, sederhana dan jelas terhadap pertanyaan-pertanyaan mereka. Dalam usia ini maka yang perlu ditegaskan adalah menjelaskan maksud Allah menciptakan seks. Anak juga harus mengetahui fungsi alat kelaminnya. Dengan pengetahuan ini diharapkan anak tidak sembarangan menggunakan alat kelamin tersebut. Tindakan ini akan menjaga kesehatan reproduksi dan mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan, misalnya kehamilan dini.
Anak hendaknya dianjurkan untuk tidak membicarakan topik mengenai seks dengan anak-anak lain, dan dorong anak untuk berbicara terus terang ketika mereka mendengar anak-anak lain menyampaikan informasi yang salah. Namun terlebih dahulu orang tua harus membangun kepercayaan anak terhadap orang tua. Hal ini dilakukan agar anak dapat terbuka dan terus terang dengan tidak cangung atau tidak takut untuk bercerita. Orangtua hendaknya memperjelas pesan-pesan yang merusak dari budaya demi membantu sang anak untuk dapat mengenalinya dan dapat menjaga dirinya sendiri dari godaan yang ada.
3.      Masa puber
Mereka akan memahami perubahan yang terjadi pada tubuh mereka, dan akan dengan tenang menghadapi komentar orang-orang di sekeliling mereka tentang tubuh mereka yang sudah mulai berubah.  Orangtua hendaknya memastikan anak mengetahui apa yang terjadi juga pada lawan jenis mereka sehubungan dengan kondisi pubertas. hal yang wajar jika mereka mengalami rasa suka pada lawan jenis mereka karena hal tersebut adalah hal yang normal dari pertumbuhan mereka. Pada masa pubertas ini adalah awal dari seorang anak berubah menadi dewasa. Pada masa ini orangtua harus dapat mempersiapakan anak untuk menghadapi masa remaja. Sehingga anak memiliki ketegasan pribadi, pengendalian diri, penundaan kepuasana dan berani mengambil keputusan. [9]
4.      Masa remaja
Mulai saatnya orangtua menjelaskan mengenai haid, mimpi  basah, dan juga perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada seorang remaja. Usia Remaja Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan secara seksual. Maka orangtua  perlu lebih intensif menanamkan nilai moral yang baik kepadanya. Orangtua hendaknya menjelaskan akibat dari seks bebas dan seks yang belum waktunya ,baik akibat secara psikologi maupun fisik remaja sendiri. Dalam fase ini anak akan mulai menyukai lawan jenis dan memberanikan diri untuk menjalin hubungan. Maka orang tua perlu menamakan masalah kencan yang sehat, pacaran yang sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan, memberikan pengertian tentang berrelasi, memberitahu bahwa seks bukanlah segalanya dan bukan tujuan hidup manusia, mengajarkan anak bertanggung jawab, cara berpakain yang sopan dan pantas, mengenali kemungkinan bahaya-bahaya yang ada ataupun yang mengancam dirinya. Tidak perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga. Karena anak mendapatkan informasi yang tepat dari orang tuanya, bukan dari orang lain tentang seks. Karena rasa ingin tahu yang besar, jika anak tidak dibekali pendidikan seks, maka anak tersebut akan mencari jawaban dari orang lain, dan akan lebih menakutkan jika informasi seks didapatkan dari teman sebaya atau Internet yang informasinya bisa jadi salah. Karena itu, orangtua hendaknya melindungi anak-anak sejak dini dengan membekali mereka pendidikan mengenai seks dengan cara yang tepat.

D.    Metode dalam Pendidikan Seks Anak
materi pendidikan seks perlu disampaikan dalam suasana hangat keluarga, memberikan informasi yang benar dan ilmiah, mengkomunikasikan dengan bahasa sederhana agar anak paham.  Buat perbincangan sebagai sesuatu yang normal dan rutin, sehingga anak pun akan merasa bahwa pembahasan mengenai seks adalah biasa saja, bukan sesuatu yang spesial. Gunakan kesempatan ketika menonton televisi, membaca buku, dan berbagai situasi harian lainnya.
Dapat juga berupa gambar anatomi dalam bentuk kartun, beri tahu nama sesungguhnya, vagina atau penis. Setelah itu beri tahu anatomi biologi tubuh manusia. Bercerita adalah alat pengajaran yang paling tepat dan kuat. Selain bercerita metode-metode dan alat-alat yang dipergunakan adalah ceramah, tanya jawab, diskusi, overhead projektor, film, magnetic panel.[10] Bila anak bertanya lebih lanjut, orangtua dapat menjelaskan melalui buku yang benar seperti ensiklopedi. Jika orangtua tetap tidak bisa menjawab maka orang tua perlu menunda dan berjanji akan memberikan informasi yang tepat.[11]

E.     Pandangan Biblika tentang Pendidikan Seks

             Sebelum kejatuhan manusia ke dalam dosa, kehidupan seks merupakan berkat Allah yang sempurna. Keadaan ini berubah ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Memiliki keturunan harus disertai dengan berbagai kesakitan. Hubungan antara laki-laki dan perempuan pun mengalami perubahan. Mereka tidak lagi menjadi pasangan yang sepadan (Kej 3:16). Kerusakan ini terus berlanjut pada jaman Lamekh (Kej 4:19, 23-24), Nuh (Kej 9:21-29), Lot (Kej 19:4-5, 30-38), bahkan sampai hari ini. Alkitab memerintahkan “Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. (1Kor 6:18 ). Paulus menulis, “Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan, (1Tes 4:3 )salomo menuliskan bahwa hubungan seks hanya dilakukan dalam ikatan perkawinan (amsal 5:3-20) dan kemudian memperingatkan bahwa Allah melihat semua perbuatan manusia dan “ orang fasik tertangkap dalam kejahatannya” (5:21,22). “ jauhkanlah jalanmu daripada dia,” Salomo mempertingatkan “dan janganlah menghampiri pintu rumahnya”(5:8).[12]
Kebiasaan orang yahudi ataupun orang israel adalah memberikan pendidikan kepada anak mereka dirumah. Kebasaan ini bukanlah secara tidak sengaja namun suatu perintah dari pada Allah. Di dalam ulangan 6:7 “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Hal ini sangat jelas bahwa ajaran mengeani pendidikan seks pun harus diajarkan kepada anak-anak mereka dirumah secara terus menerus. Berbicara mengenai skala berapa kali harus membicarakannya sangat jelas dijelaskan diajarkan secara berulang-ulang, berkali-kali selahi masih ada kesempatan untuk mengajarkan kepada anak. Didalam amsal 5:1-23 adalah nasehat penulis Amsal kepada anak-anak ataupun keturunan dan generasi penerus mereka. Penulis kitab amsal ini memberikan nasehat kepada anaknya untuk menjauhkan diri dari percabulan, maupun perzinahan. Penulis Amsal sangat tegas memberikan nasehatnya. Orang tualah yang memiliki kwajiban untuk memberikan pendidikan yang tepat kepada anak termsuk dalam pendidikan seksnya.

Bab III
Kesimpulan dan Penutup

          Seks bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan kepada anak. Pendidikan seks yang diberikan sejak dini adalah penting dalam tumbuh kembang anak. Pengertian anak mengenai seks dapat dibagi menjadi beberapa tahap, sehingga membicarakan seks dengan anak harus disesuaikan dengan tahapan-tahapan tersebut. Tidak semua anak memiliki cara ataupun metode yang sama dalam memberikan pendidikan seks, pendampingan atau pendidikan yang diberikan harusnya sesuai dengan tingkat daya serap anak Metode yang tepat akan membuat anak menjadi nyaman dan semakin paham. Pendidikan seks mengajarkan anak meneganai tujuan Allah menciptakan tubuh dan maksud Allah mencipatakan seks. Dengan memberikan pendidikan seks yang tepat maka akan mencegah anak terjerumus seks bebas ataupun melakukan seks sebelum waktunya. Dengan didasarkan pandangan biblika maka dengan jelas bahwa Allah sendiri menghendaki anak diberikan pengertian dan pendidikan seks yang tepat dari orangtuanya. 



DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.l.ch. Seksualitas dan Pendidikan Seksual. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Andika, Alya. Ibu dari Mana Aku Lahir. Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2010.
http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-seks-sex-education/
Muhajir, Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan. Yogyakarta : Yudistira, __
Ronosulistiyo Hanny & Seto Mulyadi, Ketika Anak Bertanya Seks. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000.
Stand dan Brenna Jones, “Bagaimana dan Kapan Memberi Tahu Anak Anda mengenai Seks” .Surabaya: Momentum, 2012.
Supeno, Hadi Kriminalisasi Anak: tawaran Gagasan radikal peradilan anak tanpa Pemidanaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010.
White, Jerry. Kejujuran, Moral dan Hati Nurani.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.






                [1]http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_tua
                [2]Hadi Supeno, “Kriminalisasi Anak: tawaran Gagasan radikal peradilan anak tanpa Pemidanaan”, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010) 145
                [3]Stand dan Brenna Jones, “Bagaimana dan Kapan Memberi Tahu Anak Anda mengenai Seks” (Surabaya: Momentum, 2012) 11
                [4]http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-seks-sex-education/
[5]J.l.ch. Abineno, Seksualitas dan Pendidikan Seksual (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002) 33
[6]Paul gunaldi, http://telaga.org/audio/pendidikan_seks_dalam_keluarga              
[7]Hanny Ronosulistiyo & Seto Mulyadi, Ketika Anak Bertanya Seks,  (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000 ) 5
[9] Stand, Brenna Jones, Bagaimana dan Kapan Memberitahu Anak Anda Mengenai Seks, _______ 13
[10]Muhajir, Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan (Yogyakarta : Yudistira, __) 98
[11]Alya Andika, Ibu dari Mana Aku Lahir, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2010) 34
[12]Jerry white , Kejujuran, Moral dan Hati Nurani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012) 166